KITA HARUS JADI GENERASI BANGSA YANG KREATIF

KITA HARUS JADI GENERASI BANGSA YANG KREATIF
BERBAGI ILMU

Jumat, 19 Desember 2014

Tinjauan Teori Perawatan Masa Nifas Normal dan Komplikasi




Perawatan Masa Nifas Normal dan Komplikasi

A.                Pendahuluan
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Sekitar 50 % kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pelayanan pasca persalinan yang berkualitas harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi.
Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk :
1.      Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
2.      Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3.      Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4.      Memberikan pelayanan keluarga berencana.
Peran tenaga kesehatan diperlukan dalam mewujudkan ibu dan bayi yang sehat, dengan memberikan dukungan secara berkesinambungan dan pemberian asuhan secara professional.

B.                 Adaptasi Fisiologis dan Psikologis Masa Nifas
I.       Adaptasi Fisiologis Masa Nifas
a.       Perubahan system reproduksi :
1)      Uterus
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama masa nifas adalah sebagai berikut : setelah 12 jam persalinan, tinggi fundus uteri ± 1 cm di atas umbilicus, perubahan involusi akan berlangsung cepat, fundus akan turun 1-2 cm setiap 24 jam, hari ke-6 akan berada di pertengahan umbilicus-simfisis pubis, dan hari ke 9-10 fundus uteri tidak dapat dipalpasi lagi pada abdomen.
Proses kembalinya uterus ke kondisi sebelum hamil disebut proses involusi. Proses involusi terjadi karena iskemia miometrium, autolisis dan efek oksitosin.  Involusi tempat plasenta, berupa penyembuhan luka tempat plasenta bersifat khas karena bekas luka ini tidak meninggalkan parut. Penyembuhan luka dengan cara dilepaskan dari dasarnya dan diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan kulit.  Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar ini pada hakikatnya mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang menyebabkan menjadi terkelupas, tidak dipakai lagi dan dikeluarkan berupa lokia.
Ligamen dan diafragma pelvis juga berangsur-angsur menciut seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi, sehingga wanita mengeluhkan ”kandungannya turun” setelah melahirkan.
Perubahan serviks, pada awal persalinan dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir tidak rata atau retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui satu jari saja. Setelah proses involusi selesai ostium eksternum tidak serupa dengan keadaan sebelum hamil. Pada umumnya lebih besar dan tetap retak-retak pada pinggirannya, terutama pinggir sampingnya. Oleh karenanya terbentuk bibir depan dan belakang pada serviks.
Proses involusi uterus, menyebabkan lapisan luar desidua yang mengelilingi tempat plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran darah dan desidua disebut lokia. Sekret mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan desidua, sel epitel, dan bakteri. Pengeluaran lokia dibagi berdasarkan waktu dan warnanya : 1) hari ke 1-3 berupa lokia rubra / merah, 2) hari ke-3-5 lokia sanguilenta / merak kuning, 3) hari ke 5-9 lokia serosa / kuning kecoklatan, 4) lebih dari hari ke-10 lokia alba / pucat, putih kekuningan. Total pembuangan lokia rata-rata perhari 240-270 ml.
2)      Perubahan pada vagina dan perineum
Vagina yang semula teregang akan kembali secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae mulai tampak kembali setelah minggu ke empat. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium.
Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka operasi lain. Penyembuhan luka dapat berlangsung selama 2-3 minggu. Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan hygiene dan pengobatan yang baik.
3)      Perubahan tanda-tanda vital
Suhu badan akan naik sedikit (37,5-38˚C), akibat kerja keras melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Pada hari ke 3 suhu terkadang naik kembali, karena adanya pembendungan ASI, bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi traktus genitalia, endometrium, mastitis atau system lain.
Nadi ibu setelah  melahirkan biasanya lebih cepat, selanjutnya akan kembali normal. Tekanan darah biasanya tidak banyak berubah, tekanan darah rendah jika terjadi perdarahan dan tekanan darah tinggi jika terjadi pre eklampsia post partum. Pernafasan mengikuti perubahan nadi dan suhu tubuh.
4)      Perubahan system kardiovaskuler
Pada minggu ke-3-4 volume darah kembali mencapai volume darah sebelum hamil. Pada persalinan dengan seksio sesaria hematokrit cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Tiga perubahan fisologi pasca partum yang terjadi : 1) hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10-15 %, 2) hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, 3) terjadi mobilisasi air ekstravaskular.

5)      Perubahan system pencernaan
Nafsu makan meningkat, ibu merasa lapar dan dapat makan 1-2 jam setelah melahirkan. Jika ibu bersalin mendapatkan anastesia, motilitas usus perlu diperhatikan sebelum pemenuhan nutrisi. BAB secara spontan bisa tertunda 2-3 hari. Hal ini dapat disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal nifas, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, rasa sakit perineum,  kurangnya pengetahuan dan kekhawatiran lukanya terbuka jika defekasi. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas.

6)      Perubahan system perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, setelah melahirkan terjadi penurunan hormonal dan jumlah cairan, sehingga fungsi ginjal mengalami perubahan. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan. Dibutuhkan waktu 2-8 minggu pengembalian dilatasi ureter dan pelvis ginjal ke keadaan sebelum hamil.
Trauma pada uretra dan kandung kemih sewaktu bayi melewati jalan lahir dapat terjadi. Dinding kandung kemih dapat mengalami hyperemia dan edema, seringkali disertai hemoragi. Kandung kemih yang edema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan tak sempurna dan urine residual.  Distensi kandung kemih menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Distensi berlebihan dapat menyebabkan kandung kemih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.
2. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Pengalaman menjadi orang tua khususnya bagi seorang ibu tidaklah selalu merupakan hal yang menyenangkan. Realisasi tanggungjawab sebagai seorang wanita setelah melahirkan seringkali menimbulkan konflik dan pemicu munculnya gangguan emosi dan tingkahlaku pada seorang wanita. Adaptasi diperlukan wanita dalam menghadapi aktivitas dan perannya sebagai seorang ibu. Sebagian wanita tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan psikologis dengan berbagai gejala yang disebut post partum blues.
Fase-fase adaptasi ibu masa nifas :
a.      Fase taking in yaitu periode ketergantungan (hari 1-2 nifas). Focus perhatian ibu pada dirinya sendiri. Pengalaman melahirkan diceritakan berulangkali. Ibu cenderung pasif terhadap lingkungannya. Kemampuan mendengarkan dan menyediakan waktu yang cukup merupakan dukungan yang tak ternilai bagi ibu. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada masa ini : 1) kekecewaan  karena tidak mendapatkan yang diinginkannya seperti jenis kelamin anak, warna kulit dll, 2) ketidaknyamanan akibat perubahan fisik ; mules, nyeri luka jahitan, payudara bengkak dll, 3) rasa bersalah karena belum menyusui, 4) ibu merasa sendiri, karena suami dan keluarga cenderung hanya melihat dan mengkritik perawatan yang dilakukan.
b.      Fase taking hold adalah fase dimana ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggungjawabnya dalam merawat bayi (hari  3-10 nifas). Ibu memiliki perasaan sensitive, mudah tersinggung atau mudah marah, kita harus berhati-hati berkomunikasi dengan ibu. Ibu membutuhkan dukungan, waktu ini adalah kesempatan untuk memberikan penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga muncul rasa percaya diri.
c.       Fase taking in merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya (hari ke-10). Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah meningkat. Ibu menjadi mandiri, namun dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan. Ibu memerlukan istirahat yang cukup sehingga pulih kesehatannya dan dapat merawat bayinya.
Postpartum blues :
Melahirkan merupakan salah satu hal penting dari peristiwa-peristiwa paling bahagia dalam kehidupan wanita. Akan tetapi mengapa sebagian wanita merasa sedih ? sebanyak 80 % wanita mengalami gangguan suasana hati setelah melahirkan, merasa kecewa, sendirian, takut, merasa bersalah atau tidak mencintai bayinya.
Post partum blues / maternity blues / baby blues / sindroma ibu baru dimengerti sebagai sindrom ringan pada minggu pertama setelah persalinan dengan gejala : reaksi depresi/sedih/disforia, sering menangis, mudah tersinggung, cemas, labil, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, kelelahan, cepat marah, dan mood mudah berubah. Puncaknya pada hari ke 3-5 dan berlangsung dari beberapa hari sampai 2 minggu. Postpartum blues tidak mengganggu kemampuan ibu merawat bayi.
Faktor-faktor penyebab postpartum blues :
a)      Faktor hormonal, penurunan estrogen secara tajam setelah melahirkan memiliki efek supresi aktivitas enzim non-adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan depresi.
b)      Ketidaknyamanan fisik yang dialami sehingga mudah emosi, misalnya : rasa sakit akibat luka jahit atau bengkak payudara.
c)      Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
d)     Faktor usia dan jumlah anak
e)      Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
f)       Latar belakang psikososial, misalnya tingkat pendidikan, kehamilan tidak diinginkan, status perkawinan, riwayat gangguan jiwa.
g)      Kurangnya dukungan lingkungan, misalnya dari suami, orang tua, keluarga.
h)      Stress yang dialami oleh wanita itu sendiri, misalnya belum bisa menyusui bayinya, rasa bosan terhadap rutinitas baru.
i)        Kelelahan pasca bersalin
j)        Ketidaksiapan perubahan peran
k)      Rasa memiliki bayi terlalu dalam, takut berlebihan kehilangan bayinya
l)        Masalah kecemburuan anak terdahulu.
 
C.     Perawatan Masa Nifas
Perawatan masa nifas dimulai sejak kala uri untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum dan infeksi. Penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi  kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan masa nifas :
1.      Nutrisi dan Cairan
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang terutama protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.
Kebutuhan kalori ; rata-rata diperlukan 85 kal diperlukan oleh ibu untuk tiap 100 ml ASI. Rata-rata diperlukan tambahan kira-kira 640 kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan susu normal. Rata-rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 ml kal ketika menyusui. Makanan yang dikonsumsi harus memenuhi syarat, seperti susunannya harus seimbang, porsi cukup, teratur, tidak terlalu asin, pedas, atau berlemak serta tidak mengandung bahan pengawet, pewarna dll, yang dampaknya kurang baik bagi ibu dan bayi.
Protein. Ibu memerlukan tambahan 20 gr protein ketika menyusui. Jumlah ini hanya 16 % dari tambahan 500 kal yang dianjurkan. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak atau mati.
Cairan. Ibu dianjurkan minum 2-3 liter/hari dalam bentuk air putih, susu dan jus buah. Anjurkan untuk minum setiap kali menyusui. Vitamin dan mineral digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran metabolisme di dalam tubuh.
Pil zat besi (Fe) harus diminum untuk menambah zat gizi selama 40 hari pasca persalinan. Kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu pada satu jam setelah melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat memberikan vitamin A pada bayinya  melalui ASI.
2.      Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan untuk berjalan. Pada persalinan normal ambulasi dikerjakan setelah 2 jam post partum (ibu boleh miring kanan / kiri). Ambulasi dilakukan secara bertahap, keuntungan ambulasi dini adalah : a) Melancarkan pengeluaran lokia, b) Mempercepat involusi uterus, c) Melancarkan fungsi gastrointestinal dan organ reproduksi, d) Melancarkan peredaran darah sehingga meningkatkan produksi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme dan 4) Kesempatan yang baik untuk melatih ibu merawat anaknya.   
3.      Eliminasi
Buang Air Kecil (BAK) : Setelah ibu melahirkan, terutama ibu yang baru pertama kali melahirkan kadang terasa pedih bila BAK. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh iritasi akibat persalinan sehingga penderita takut BAK. Bila kandung kemih penuh, upayakan ibu buang air kecil secara spontan. Miksi normal bila ibu dapat BAK spontan tiap 3-4 jam sekali. Ibu diusahakan BAK sendiri, bila tidak, upayakan tindakan : 1) dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat pasien, 2) mengompres air hangat di atas simfisis, 3) saat sit bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK. Bila tidak berhasil maka dilakukan kateterisasi, hal ini menyebabkan ketidaknyamanan dan berisiko tinggi infeksi. Oleh karena itu kateterisasi boleh dilakukan setelah 6 jam post partum.
Buang Air Besar  (BAB) : BAB harus sudah terjadi dalam 3-4 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul BAB yang keras, dapat kita lakukan pemberian obat pencahar (laxantia) peroral atau supositoria, atau dilakukan klisma bila masih belum berakhir. Cara agar dapat BAB teratur : 1) diet teratur tinggi serat, pemberian cairan yang banyak, ambulasi dini, bila takut BAB karena luka perineum dapat diberikan laksan supositoria.
4.      Kebersihan diri dan perineum
Personal hygiene : mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri ke kamar mandi. Bagian paling utama yang dibersihkan adalah puting susu dan kebersihan genitalia. Puting susu harus diperhatikan kebersihannya, luka pecah (rhagade) harus segera diobati karena kerusakan putting susu merupakan port the entrée dan dapat menimbulkan mastitis. Air susu yang kering  akan menjadi kerak dan merangsang kulit untuk mengalami iritasi. Bersihkan putting susu dengan air yang telah dimasak tiap kali sebelum dan sesudah menyusukan bayi.
Perawatan payudara dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayi. Jika putting rata, sejak hamil ibu dapat menarik-narik puting susu dan tetap memberikan ASI agar putting sering tertarik. Teknik menyusui harus benar agar tidak terjadi lecet putting.
Bayi yang tidak suka menyusui, dapat disebabkan pancaran ASI yang terlalu kuat, bingung putting, putting rata dan terlalu kecil atau bayi mengantuk. Pancaran ASI yang terlalu kuat diatasi dengan menyusui lebih sering, memijat payudara sebelum menyusui, serta menyusui dengan terlentang dengan bayi ditaruh diatas payudara. Pada bayi dengan bingung putting, hindari pemakaian dot botol dan gunakan sendok atau pipet untuk memberikan pengganti ASI. Pada bayi mengantuk yang sudah waktunya diberikan ASI, usahakan agar bayi terbangun.
Perhatikan pengeluaran lokia dari vagina, tanda-tanda lokia abnormal jika : 1) perdarahan berkepanjangan, 2) pengeluaran lokia tertahan, 3) lokia berbau busuk, 4) rasa nyeri uterus berlebihan, 5) terdapat sisa plasenta yang menjadi sumber perdarahan, 6) terjadi infeksi intrauterine.   Pencegahan infeksi : 1) menjaga kebersihan lingkungan, 2) kebersihan tempat tidur, WC atau kloset, 3) tindakan perawatan harus aseptik dan antiseptik.
Perineum : Bila BAB atau BAK, perineum harus dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan dengan sabun. Biasanya ibu akan takut jahitannya lepas, juga merasa sakit sehingga perineum tidak dicuci. Cairan sabun hangat atau sejenisnya dipakai setelah BAB atau BAK. Sesudah dan sebelum mengganti pembalut harus dicuci dengan larutan desinfektan atau sabun. Ibu perlu diberitahu cara mengganti pembalut, yaitu bagian dalam jangan terkontaminasi oleh tangan, cara memakainya dari depan ke belakang.
Langkah-langkah kebersihan diri : a) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, b) Ajarkan cara membersihkan kelamin dengan sabun dan air. Pastikan ibu membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru kemudian dibersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai BAK/BAB, c) Mengganti pembalut paling sedikit 2 kali sehari, kain pembalut dapat digunakan ulang jika telah dicuci dan dikeringkan dibawah sinar matahari atau disetrika, d) Sarankan ibu mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin.
5.      Istirahat
Setelah melahirkan ibu merasa lelah, terlebih lagi jika persalinan berlangsung lama. Jika ibu cemas (tidak mampu merawat anak), beban kerja bertambah, ibu harus bangun malam, meneteki atau mengganti popok yang sebelumnya tidak pernah dilakukan, hal ini dapat mengakibatkan susah tidur.  Ibu yang kurang istirahat dapat mengakibatkan : 1) produksi ASI berkurang, 2) memperlambat involusi, 3) menyebabkan depresi dan ketidakmampuan merawat diri dan bayinya. Ibu  memerlukan istirahat, tidur dan dan melakukan aktivitas yang tidak berat.

6.      Seksual
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8 minggu. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami isteri begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Secara budaya memulai hubungan suami isteri sampai masa tertentu, misalnya 40-60 hari setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
Hubungan seksual dapat dilakukan aman ketika luka episiotomy telah sembuh dan lokia telah berhenti. Sebaiknya hubungan seksual ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah persalinan karena pada saat itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali.
7.      Keluarga Berencana
Tujuan dari pemakaian kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur dan sperma. Kontrasepsi yang cocok pada masa nifas adalah Metode Amenorrhea Laktasi (MAL), pil progestin (mini pil), suntikan progestin, kontrasepsi implant dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
8.      Latihan/senam nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu-ibu setelah melahirkan setelah keadaan tubuhnya pulih kembali. Senam nifas bertujuan mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, memulihkan dan menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot perut. Pada saat hamil, otot perut, rahim, vagina teregang dan melemah. Senam nifas untuk membantu mengencangkan otot-otot tersebut dan mencegah nyeri punggung di kemudian hari dan terjadinya kelemahan otot dasar panggul sehingga ibu tidak dapat menahan BAK.
D.    Perawatan Pasca Seksio Sesaria (SC)
Prioritas keperawatan pasca SC adalah 1) meningkatkan kesatuan & ikatan keluarga, 2) meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan umum, 3) mencegah/meminimalkan komplikasi pasca operasi, 4) meningkatkan respon emosional positif dan peran menjadi orang tua, 5) memberikan informasi perawatan pasca partum.
Tindakan perawatan pasca SC meliputi :
1.      Pasien dibaringkan miring di kamar pulih, TTV tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, tiap 30 menit dalam 1 jam berikutnya dan selanjutnya tiap 1 jam.
2.      Pasien tidur dengan muka ke samping, yakinkan kepala tengadah agar jln nafas bebas.
3.      Letakkan tangan di atas agar mudah mengukur Tekanan Darah..
4.      Analgesi : Suppositoria : ketoprofen suppositoria  2 kali / 12 jam atau tramadol. Oral : tramadol / parasetamol tiap 6 jam, Injeksi petidin 50-75 mg diberikan tiap 6 jam jika diperlukan.
5.      Mobilisasi  : Pasien dapat menggerakkan kaki dan tangan serta tubuh sedikit, miring kanan/kiri, duduk pada jam ke 8-12, 24 jam dapat berjalan, mandi pada hari kedua
6.      Makan dan minum : peristaltik diperiksa 6 jam pasca operasi, positif à beri minum hangat sedikit, lebih banyak jika tidak muntah. Pada hari pertama dapat makan lunak / biasa. Infus dapat dilepas 24 jam pertama.  Jika bising usus positif /telah flatus dapat makan.
7.      Kateter dapat dilepas 12-24 jam pasca bedah
8.      Perawatan luka : kasa dilihat, jika basah/berdarah harus diganti, umumnya diganti pada hari ke-3-4 sebelum pulang, selanjutnya diganti setiap hari
E.      Pengelolaan Komplikasi Masa Nifas
Pengelolaan komplikasi nifas, selalu melibatkan tim kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan profesi kesehatan lain) dalam upaya mencapai kesejahteraan ibu & bayi.
1.      Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pencegahan : manajemen aktif kala III. Perdarahan dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.

Pengelolaan atonia uteri : 1) Massase fundus uteri, segera sesudah plasenta lahir, 2) Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah, 3) Mulai lakukan kompresi bimanual interna (KBI). Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan KBI hingga 5 menit. 4) Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna, 5) Berikan metil ergometrin 0,2 mg IM / IV, 6) Berikan infuse RL dan oksitosin 20 UI/500 ml, 7) Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina, 8) Buat persiapan merujuk segera, 9) Teruskan cairan IV hingga ibu mencapai tempat rujukan, 9) Persiapkan laparatomi untuk ligasi arteri uterine/hipogastrika atau histerektomi.
Pengelolaan episiotomy, robekan perineum dan robekan vulva, dinding vagina dan serviks : pengelolaan dengan dilakukan penjahitan luka.
Pengelolaan hematoma vulva : 1) hematoma kecil : tidak dilakukan tindakan operatif, cukup dilakukan kompres, 2) hematoma besar, lebih-lebih disertai anemia dan presyok, perlu dilakukan pengosongan hematoma tersebut, mengikat sumber perdarahan, luka sayatan dijahit, dapat dipasang drain.
Pengelolaan retensio plasenta : dilakukan manual plasenta, jika plasenta akreta dirujuk ke RS. Pengelolaan sisa plasenta dilakukan dengan pengeluaran secara manual atau kuretase, selesai pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan pemberian uterotonika melalui suntikan atau peroral, antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
2.      Penanganan infeksi nifas
a)      Metritis : infeksi uterus setelah persalinan (endometritis atau endomiometritis). Pengelolaan : pemberian tranfusi, antibiotika, antitetanus profilaksis, jika dicurigai ada sisa plasenta (digital/kuretase), bila ada pus dilakukan drainase, bila dengan pengobatan konservatif tidak ada perbaikan dan ada tanda peritonitis dipersiapkan untuk laparatomi mengeluarkan pus, jika evaluasi terjadi uterus nekrotik dan septic persiapan dilakukan histerektomi subtotal.
   
b)      Bendungan Payudara adalah peningkatan aliran limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi.

Bila ibu menyusui bayinya : 1) Susukan sesering mungkin, kedua payudara disusukan, 2) Kompres hangat payudara sebelum disusukan, 3) Bantu masasse payudara untuk permulaan menyusui, 4) Sangga payudara, 5) Kompres dingin payudara di antara wwaktu menyusui, 5) Bila demam tinggi, berikan parasetamol 500 mg/oral setiap 4 jam, 6) Evaluasi tiap 3 hari untuk melihat hasilnya.
Bila ibu tidak menyusui : 1) Sangga payudara, 2) Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit, 3) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg peroral tiap 4 jam, 4) Jangan dipijat atau memakai kompres hangat, 5) Pompa dan kosongkan payudara.
c)      Infeksi Payudara
Mastitis : payudara tegang dan kemerahan
Pengelolaan : 1) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. 2) Sangga payudara, 3) Kompres dingin, 4) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg peroral tiap 4 jam, 5) Ibu didorong menyusui bayinya walau ada pus, 6) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pengobatan.

Abses Payudara : terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan
Pengelolaan : 1) Diperlukan anastesi umum (ketamin), 2) Insisi radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI, 3) Pecahkan kantung pus, 4) Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam, 5) Sangga payudara, 6) Kompres dingin, 7) Berikan parasetamol 500 mg peroral tiap 4 jam, 8) Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus, 9) Lakukan follow up setelah pengobatan 3 hari.

d)     Abses Pelvis
Pengelolaan : kolpotomi atau laparatomi, dan pemberian antibiotika

e)      Peritonitis
Pengelolaan : 1) Lakukan pemasangan NGT bila kembung akibat ileus, 2) Pasang infuse ( Na Cl atau RL) sebanyak 3000 ml, 3) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam, 4) Persiapkan pasien untuk tindakan laparatomi untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat kantong abses.

f)       Infeksi luka perineal dan abdominal
1)      Bedakan wound abcess, wound seroma, wound hematoma, wound cellulitis.
2)      Bila terdapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kompres antiseptic.
3)      Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridement
4)      Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika
5)      Bila infeksi relative superficial, berikan ampisilin 500 mg peroral selama 6 jam dan metronidazol 500 mg peroral 3 kali/hari selama 5 hari.
6)      Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis. Beri penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah gentamisin 5 mg/kg BB perhari IV sekali ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2-4 minggu setelah infeksi membaik.
7)      Berikan nasihat kebersihan dan pemakaian pembalut yang berih dan sering ganti.

g)      Tromboflebitis dan pelviotromboflebitis
Penanganan :
Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah emboli pulmonum.
Terapi Medik : Pemberian antibiotika dan heparin jika ada tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum.
Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika, jika emboli septic terus berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi

h)      Tromboflebitis femoralis
1)      Perawatan : Kaki ditinggikan untuk emngurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastic dan memakai kaos kaki panjang yang elastic selama mungkin.
2)      Mengingat kondisi ibu sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui
3)      Terapi medik : antibiotik dan analgetik
Pengelolaan masalah psikologis pasca nifas
Depresi postpartum
Depresi postpartum dialami 10% ibu yang baru melahirkan. Depresi dapat digambarkan sebagai perasaan sedih, galau, tak bahagia, susah atau kehilangan semangat hidup. Biasanya gejala akan tampak pada bulan pertama setelah melahirkan hingga bayi berumur satu tahun.
Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Setelah melahirkan terjadi perubahan hormonal, kelelahan, berubahnya pola tidur, kurang istirahat, kebingungan dengan kelahiran bayi, tidak percaya diri mampu merawat bayi, stress dengan kerja rutin dalam rumah tangga. Sementara banyak perempuan merasa berkewajiban untuk menjadi super women yang tidak realistis dan sulit dicapai, hal ini akan menambah stress yang ada. Perasaan kehilangan identitas diri, perubahan body image menjadi kurang menarik, kurangnya waktu untuk diri sendiri, dengan orang yang dicintai, tidak dapatnya mengontrol waktu, harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama. Hal inilah yang menjadi pencetus depresi ibu post partum.
Gejala depresi : 1) Perasaan sedih, tidak berdaya dan galau, 2) sering menangis, 3) tidak ada energy dan motivasi hidup, 4) makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, 5) tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, 6) sulit untuk fokus, mengingat atau mengambil keputusan, 7) rasa tidak berharga dan bersalah, 8) kehilangan semangat atau kenyamanan dalam beraktifitas, 9) menjauhkan diri dari teman atau keluarga, 10) sakit kepala, nyeri di dada, jantung berdebar-debar dan nafas cepat. Setelah melahirkan, gejala lain dari depresi dapat termasuk ketakutan untuk menyakiti bayi dan dirinya sendiri (rasa ingin bunuh diri) dan tidak ada ketertarikan pada bayi.
Pengelolaan :  1)          Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan bayinya, 2) Berikan dukungan emosional dan spiritual, 3) Lakukan kolaborasi untuk perawatan depresi : (a) Terapi bicara, adalah sesi bicara dengan terapis, psikolog atau pekerja sosial untuk mengubah apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh ibu akibat menderita depresi. (b) Terapi Obat. Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter. Sebelum mengkonsumsi obat anti depresi sebaiknya didiskusikan benar, obat mana yang tepat dan aman bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu menyusui.

Berikan advis : (1) Banyak istirahat (tidurlah selama bayi tidur), (2) Hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri. Kerjakan apa yang dapat dilakukan dan berhenti saat merasa lelah. Biarkan pekerjaan yang tersisa dilakukan kemudian, (3) Mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pemberian ASI pada waktu malam hari. (4) Bicarakan dengan suami, keluarga,dan teman mengenai perasaan yang dimiliki. (5) Jangan sendirian dalam jangka waktu lama. Berdandan dan keluarlah dari rumah. Pergilah atau jalan-jalan ke suatu tempat untuk merubah suasana hati, (6) Bicaralah dengan orang tua (ibu) agar dapat bertukar pikiran dan sharing pengalaman. (7) Jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastis, seperti pindah kerja, pindah rumah, dan lain-lain, (8) Bila ada perubahan drastis yang tidak dapat dielakkan, buatlah persiapan yang matang.
Dampak depresi pada bayi. Stress serta sikap tidak tulus ibu yang terus menerus diterima oleh bayi kelak bisa membuatnya tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas sekaligus pemurung dan mudah sakit. Depresi pasca melahirkan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk merawat bayinya. Ibu kurang tenaga, tidak dapat berkonsentrasi, gusar terus menerus dan tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi akan cinta dan perhatian. Akibatnya penderita akan merasa bersalah dan kehilangan rasa percaya diri akan kemampuannya sebagai ibu, dimana perasan ini dapat memperburuk kondisi depresinya.
F.      Program Tindak Lanjut Nifas di Rumah
Tujuan kunjungan rumah adalah : 1) mengevaluasi kesejahteraan ibu dan janin, 2) mengevaluasi kemampuan ibu merawat diri dan bayi, serta penerimaan peran menjadi orang tua, 3) memberikan konseling dan pendidikan kesehatan yang diperlukan.
Kunjungan I (hari ke 1-7) : 1) mengkaji pemberian ASI, 2) mendeteksi adanya komplikasi nifas, 3) pendidikan kesehatan tanda bahaya bagi ibu dan bayi serta rencana menghadapi keadaan darurat.
Kunjungan II (hari ke 8-28) : 1) Pendidikan kesehatan tentang diet, 2) kebersihan/perawatan diri terutama putting susu dan perineum, 3) Senam, 4) kebutuhan istirahat dan tidur, 5) Keluarga Berencana, 6) deteksi komplikasi nifas.
Kunjungan III (hari ke 29-42) : 1) Evaluasi fisik, 2) Gizi, 3) menentukan & menyediakan alat KB, 4) Senam, 5) Ketrampilan merawat anak
G.    Amankah Perawatan Tradisional Pasca Persalinan?
1.      Jamu bersalin.
Ibu yang baru melahirkan boleh mengkonsumsi jamu bersalin. Namun, bagi yang memiliki gangguan fungsi hati, sebaiknya tidak mengkonsumsi jamu, mengingat jamu dimetabolisme di hati. Manfaat jamu bisa membantu agar proses nifas  berlangsung tepat waktu, yakni kurang lebih 40 hari.   
Jika ibu sedang mengkonsumsi obat dokter, sebaiknya, diskusikan  dulu pada dokter apakah boleh mengkonsumsi jamu bersalin atau tidak. Jika boleh, jangan konsumsi jamu bersama-sama dengan obat dokter. Mungkin, perlu diberi jeda waktu 1-2 jam. Jamu, walaupun sedikit, pasti keluar di ASI. Jika bayi  menjadi diare, berarti  bayi tidak toleran terhadap jamu bersalin yang diminum ibunya.
2.      Pilis, digunakan dengan cara mengoleskannya memanjang menutupi dahi. Manfaatnya diyakini untuk menghilangkan rasa pening, menjaga kesehatan mata, mengobati sakit kepala, dan mencegah naiknya darah putih ke kepala
Sebenarnya, dari segi kesehatan, manfaatnya agak  meragukan. Pening yang dirasakan ibu yang baru melahirkan, mungkin karena kurang tidur. Istilah darah putih naik ke kepala juga tidak ada.  Gangguan mata, seperti pandangan kabur, bisa karena kurang istirahat, atau ibu mengalami pre eklampsia. 
3.      Param. Digunakan dengan cara mengoleskannya ke seluruh tubuh, kecuali daerah payudara dan perut. Tujuannya diyakini untuk   mengatasi pembengkakan yang dialami oleh ibu yang baru melahirkan.

Ibu yang baru melahirkan boleh menggunakan param, sejauh kulitnya tidak sensitif dan paramnya tidak terlalu kental. Param punya efek menghangatkan. Jika terlalu hangat, bisa “membakar” kulit. Jadi, perhatikan cara memakainya. Param bisa membantu mengurangi rasa pegal pada otot-otot tangan dan kaki ibu yang baru melahirkan,  karena bisa mengatasi bengkak yang terjadi di sana.   Param  “bekerja” pada otot.    

4.      Tapel. Dicampur dengan kapur sirih dan air jeruk nipis, dibalurkan  pada perut sebelum ibu mengenakan bengkung/stagen. Tujuannya diyakini untuk mengurangi rasa sakit-sakit di perut, mengempiskan perut serta memulihkan kondisi kulit perut.
Jika ibu bersalin secara alami boleh menggunakan tapel. Jika ibu bersalin lewat operasi, tapel tidak boleh digunakan sampai luka operasinya dinyatakan baik oleh dokter, atau kira-kira sampai 2 minggu setelah melahirkan. Namun pemakaian tapel ini sebaiknya  tidak kena daerah yang ada luka operasinya.  
Tapel menghangatkan perut yang membuat usus bekerja atau berkontraksi lebih cepat sehingga angin yang berada di dalamnya bisa keluar dengan mudah, sendawa lebih mudah dan perut terasa kempis. Air kapur sirih dan jeruk nipis memiliki sifat anti selulit. Hanya saja, kalau kulitnya sensitif, atau terlalu banyak kapur sirihnya, maka bisa timbul luka bakar. Tapel sifatnya membantu proses pembakaran lemak bawah kulit. Kalau lemaknya berkurang, kulit yang tadinya meregang juga lebih cepat bertemu.  

5.      Bengkung / stagen. Alat ini umumnya terbuat dari kain. Ukurannya beragam. Kini sudah ada bentuk yang lebih praktis dan mudah digunakan. Manfaatnya untuk  membantu mengempiskan perut dan membuang angin dalam rongga perut.
Ibu pasca bersalin boleh memakai bengkung, asal cara memakainya benar, terutama untuk ibu yang bersalin lewat operasi.  Bengkung sebaiknya dimulai dari bagian bawah luka operasi (setinggi panggul) sampai sedikit di atas pusar. Jangan terlalu tinggi, karena di situ ada lambung dan paru-paru. Luka operasi yang tertekan bengkung efeknya sama dengan tulang patah yang digips. Luka jadi diam dan rapat sehingga cepat menutup.  Untuk ibu yang bersalin normal, gerak geriknya jadi perlahan, dan duduk juga tidak mengangkang. Hal ini baik untuk pemulihan luka.  
Cara paling efektif untuk mengempiskan perut adalah dengan senam nifas untuk melatih otot perut, dan mengurangi konsumsi lemak. Pemakaian bengkung sifatnya hanya membuat perut terasa lebih nyaman. Selain itu, bengkung juga  membantu penyerapan tapel sehingga efek pembakar lemaknya bekerja lebih efektif. Sama seperti orang habis creambath yang kepalanya ditutup handuk.  
Bengkung sebaiknya tidak dipakai setiap hari karena kulit  perlu bernapas. Jadi, malam hari sebaiknya dibuka saja. Untuk hasil optimal,  bengkung dipakai sampai 3 bulan.
6.      Body massage dan masker scrubbing, boleh dilakukan.
Body massage : Pemijatan seluruh tubuh untuk mengatasi kelelahan fisik pada bagian kaki, punggung dan tubuh secara keseluruhan juga untuk mengembalikan bentuk tubuh yang kendur setelah melahirkan agar kembali ke bentuk semula

Masker Scrubbing ditujukan untuk mengangkat sel-sel kulit mati akibat hormon selama kehamilan dan masker untuk pengencangan kulit yang kendur setelah proses melahirkan, sehingga setelah perawatan ibu bisa kembali segar seperti sebelumnya.

H.    Penutup
Masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dan bayi, untuk itu diperlukan asuhan masa nifas yang berkualitas agar  dapat mencegah morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan bayi adalah tanggung jawab kita semua… tenaga kesehatan, klien, keluarga dan masyarakat.   

Sumber :
Depkes RI, 2006, Buku Panduan Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, Jakarta : Depkes RI
Doengoes, ME & Moorhouse, M.F. 2001. Terjemahan Monica Esther, Rencana Perawatan maternal / Bayi. Jakarta : EGC Kedokteran.
Fareer, Helen, 2001, Perawatan Maternitas, Jakarta : EGC.
Saifudin B, 2002. Buku acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal, Jakarta : YBPS
Soeharto, Dewi P.S, 2012,  Amankah Perawatan Tradisional Pasca Persalinan? majalah Ayah Bunda. www.ayahbunda.co.id/Artikel/Kelahiran/Gizi. diunduh tanggal 1 Juni 2012
Winkjosastro, 2007, Ilmu Kebidanan, Jakarta : YBPS





Tidak ada komentar:

Posting Komentar