KITA HARUS JADI GENERASI BANGSA YANG KREATIF

KITA HARUS JADI GENERASI BANGSA YANG KREATIF
BERBAGI ILMU

Jumat, 26 Desember 2014

SEMINAR NASIONAL KESEHATAN & WORKSHOP PERAWATAN LUKA MODERN


Ada kabar gembira nih untuk rekan-rekan tenaga medis maupun mahasiswa kesehatan...  CV.TRIDI ORGANIZER bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati mengadakan kegiatan Seminar Nasional Kesehatan & Workshop Perawatan Luka Modern pada hari Minggu, 15 Maret 2015 di Gedung Graha Bintang Universitas Malahayati,, hee  ........... Masih lama sih kawan-kawan, tapi tak ada salahnya kan aku share dari sekarang coz rugi deh lok rekan-rekan semua gak tau info tentang seminar ini dan apalagi sampai tidak ikut, bakalan rugi berlipat-lipat pastinya,, heee

Kalau rekan-rekan semua ikut seminar ini, dijamin gak akan rugi deh kawan-kawan semua , so karena dijamin menarik nih seminar kesehatan... Seminar Kesehatan kali ini akan membahas tiga materi yaitu :

1. Perawatan Luka Modern Untuk Mempercepat Proses Penyembuhan Luka ( materi inilah yang akan akan ada workshopnya ) materi ini akan disampaikan oleh Hendra, M.Kep.,WOCTN ( ini salah satu master perawatan luka modern di indonesia lhoo kawan-kawan)
2. Sex Aman & Nyaman, Sebelum, Saat,& Setelah Kehamilan Untuk Menghindari Trauma & Luka (Materi ini akan disampaikan oleh dokter yang top markotop kawan-kawan, dokter dari kota metro pemilik RS.PERMATA HATI kawan..namanya Dr.dr.Anto Sawarno,Sp.OG (KFER) pasti kenal dong,, heeee
3. Inform Concent Presvektif Hukum Tentang Kesehatan Secara Menyeluruh. (yang materi ini nih, akan disampaikan oleh salah satu dosen terpopuler dimalahayati kawan, namanya Samino,SH.,M.Kes)


Yuukk kawan-kawan semua .. dipersiapkan duitnya buat daftar seminar.. hee gak mahal geh,, dijamin ilmu yang kalian dapet pasti lebih berharga dari uang yang kalian keluarkan.


Kalau ada yang ingin di tanyain hubungin aja yah kawan-kawan ke Kontak Person nya... 

TERIMAKASIH BANYAK,, SEMOGA BERMANFAAT.

Minggu, 21 Desember 2014

UNIVERSITAS MALAHAYATI

HARI KEAKRABAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011






Sabtu, 20 Desember 2014

PEMERIKSAAN IVA & PAP SMEAR

Pemeriksaan IVA..... ?



Pemeriksaan Pap Smear. 1.



Pemeriksaan Pap Smear II



ASUHAN KEPERAWATAN KONTUSIO



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Trauma pada jaringan muskuloskeletal dapat melibatkan satu jaringan yang spesifik seperti ligament, tendon atau satu otot tunggal, walaupun injury pada satu jaringan tunggal jarang terjadi. Kejadian yang lebih umum adalah beberapa jaringan mengalami injury dalam suatu insiden traumatik seperti fraktura yang berhubungan dengan trauma kulit, saraf dan pembuluh darah.
Injury yang kurang alamiah sifatnya melibatkan lebam atau kontusio pada kulit ; kram (regangan) atau strain pada serabut tendon atau ligament, keseleo (koyak) atau sprain yang pada beberapa banyak atau semua tendon, ligament bahkan juga tulang dan sekeliling sendi. Karena keadaan di atas yaitu kram dan keseleo mempunyai tanda inisial yang mirip (dengan beberapa perbedaan).
Di antara kelainan yang timbul pada banyak organ tubuh manusia akibat penuaan adalah atrofi, yang berarti organ tersebut menjadi lebih kecil. Atrofi dapat terjadi pada otot, kerangka tulang, kulit, otak, hati, ginjal sertajantung. Atrofi disebabkan karena kurang aktif dari organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang stimulasi hormonal (osteoporosis wanita menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada otot menimbulkan tungkai mengecil (menjadi lebih kurus), tenag berkurang/menurun. Atrofi pada hati menurunnya kemampuan untuk mengeliminasi obat-obatan dan minuman keras (alkohol). Atrofi pada saraf menyebabkan saraf kehilangan serabut myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta refleks menjadi lebih lambat.

1.2 Tujuan Penulisan
a.       Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan  trauma muskuloskeletal : contusio, strain, sprain dan dislokasi.
b.      Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang trauma muskuloskeletal : contusio, strain, sprain dan dislokasi.




BAB II
PEMBAHASAN
1.       Pengertian
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap benturan benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan sembuh  dengan sendirinya tanpa pengobatan, meskipun demikian luka memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih gawat dalam kepala. Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya karena kecelakaan bermotor (Agung Nugroho, 1995: 52).
2.       Etiologi
a.       Benturan benda keras.
b.      Pukulan.
c.       Tendangan/jatuh
3.       Manifestasi Klinis
-        Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)         karena rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur.
-        Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
-        Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
-        Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu minggu kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
-        Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya beberapa hari setelah terjadinya cedera.
-        Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.
-        Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas disebut hematoma.
-        Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191).

4.       Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang oleh makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).
5.       Paralisisneralisis
-        Sindrom post traumatic (post contusion sindrom)
-        Epilepsy post trauma
-        Osteomyelik
-        Atelectasis
-        Hiperthermi
-        Syock

6.       Penatalaksanaan
a.       Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
-        Tinggikan daerah injury
-        Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian) untuk  vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
-        Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
-        Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
-        Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).

b.      Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai berikut:
-        Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
-        Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
-        Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.

7.       Diagnosa Keperawatan
-        Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
-        Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyaka npada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
-        Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
-        Resiko tinggi trauma berulang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap kondisi, prognosis dan pengobatan
-        Cemas berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit serta penanganan yang akan didapatkan

8.       Intervensi Keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol.
Kriteria Hasil :
-          Menunjukkan nyeri berkurang atu terkontrol.
-          Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
-          Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.
-          Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam program control nyeri.
         Intervensi Keperawatan
-        Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas( skala 0-10). Catat factor-faktor yang mempercepat dant anda-tanda rasa sakit non verbal.
-        R: Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.
-        Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat.
-        R: Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera.
-        Tinggikan bagian ekstremitas yang sakit.
-        R: Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
-        Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
-        R: Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan
-        Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
-        R:Menurunkan edema / pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
-        Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgesik non narkotik.
-        R: Untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.



b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.

Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
-        Mempertahankan fungsi posisi.
-        Mempertahankan atau pun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh.
-        Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas.
Intervensi Keperawatan
-        Kaji tingkat mobilitas yang masih dapat dilakukan klien.
-        R:Membantu dalam menentukan kebutuhan bantuan mobilitas yang akan diberikan dan keefektifan program.
-        Instruksikan klien / bantu dalam rentang gerak klien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
-        R:Meningkatlan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi.
-        Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi atau kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan toilet, peggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda
-        R:Menghindari terjadinya cedera berulang.







BAB III
PENUTUP
Simpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh.



















DAFTAR PUSTAKA
1.      Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
2.      Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
3.      Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC


TINJAUAN PUSTAKA CA MAMAE/KANKER PAYUDARA




TINJAUAN TEORITIS 



2.1 Kanker Payudara



2.1.1   Embriologi Payuda ra

Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut garis susu yang terbentang sepanjang garis aksila sampai ke regio inguinal. Dua pertiga kaudal dari garis tersebut akan segera menghilang dan hanya tinggal bagian dada yang akan berkembang menjadi cikal-bakal payudara (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2004).


2.1.2   Anatomi Payudara

Payudara merupakan suatu kelenjar kulit yang terdiri atas lemak, kelenjar, dan jaringan ikat,  yang  terdapat  di bawah kulit  dan di atas otot  dada. Pria dan wanita memiliki payudara yang  memiliki sifat  yang sama sampai saat  pubertas. Pada saat pubertas terjadi perubahan pada payudara wanita, dimana  payudara wanita mengalami perkembangan dan berfungsi untuk memproduksi susu sebagai nutrisi bagi bayi.
Payudara terletak di dinding anterior dada dan meluas dari sisi lateral sternum menuju garis mid-aksilaris di lateral.  Secara umum payudara dibagi atas korpus, areola dan  puting.  Korpus  adalah  bagian  yang  membesar.  Di dalamnya  terdapat  alveolus (penghasil ASI), lobulus, dan lobus. Areola merupakan bagian yang kecokelatan atau kehitaman  di  sekitar  puting.  Puting  (papilla)  merupakan  bagian  yang  menonjol  di puncak payudara dan tempat keluarnya ASI.
Tiap payudara terdiri atas 15-30 lobus. Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh septa fibrosa yang berjalan dari fasia profunda menuju ke kulit atas dan membentuk struktur payudara. Dari tiap lobus keluar duktus laktiferus dan menyatu pada puting. Areola, yaitu bagian yang kecoklatan atau kehitaman di sekitar puting susu. Pada bagian terminal duktus laktiferus terdapat sinus laktiferus yang kemudian menyatu terus ke
 puting susu dimana ASI dikeluarkan (Faiz, O., dan Moffat, D.). Pada gambar 2.1.2 di bawah ini dapat dilihat gambar anatomi payudara.



2.1.3   Fisiologi Payuda ra

Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas sampai menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesteron menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya sinus.
Perubahan  kedua,  sesuai  dengan  daur  haid.  Beberapa  hari  sebelum  haid, payudara akan mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena itu pemeriksaan payudara tidak mungkin dilakukan pada saat ini.




Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh  duktus  baru.  Adanya  sekresi  hormon  prolaktin  memicu  terjadinya  laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI dan disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2004).


2.1.4 Definisi Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker dapat tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada payudara (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2004).


2.1.5 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi dan penyakit kanker payudara belum dapat dijelaskan. Namun, banyak penelitian  yang  menunjukka n  adanya  beberapa  faktor  yang  berhubungan  dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor resiko tersebut adalah :
a.   Jenis kelamin

Berdasarkan penelitian, wanita lebih beresiko menderita kanker payudara daripada pria. Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 1% dari seluruh kanker payudara.
b.   Faktor usia

Resiko kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap sepuluh tahun, resiko kanker meningkat dua kali lipat. Kejadian puncak kanker payudara terjadi pada usia 40-50 tahun
c.   Riwayat keluarga

Adanya  riwayat  kanker  payudara dalam keluarga  merupakan  faktor  resiko terjadinya kanker payudara.
d.   Riwayat adanya tumor jinak payudara sebelumnya

Beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas.




e.   Faktor genetik

Pada suatu studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Bila terdapat mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, yaitu gen suseptibilitas   kanker   payudara,   maka   probabilitas   untuk   terjadi  kanker payudara adalah sebesar 80%.
f.   Faktor hormonal

Kadar hormon estrogen yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak diselingi perubahan hormon pada saat kehamilan, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
g.   Usia menarche

Berdasarkan penelitian, menarche dini dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Ini dikarenakan terlalu cepat mendapat paparan dari estrogen.
h.   Menopause

Menopause yang terlambat juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Untuk setiap tahun usia menopause yang terlambat, akan meningkatkan resiko kanker payudara 3 %.
i.    Usia pada saat kehamilan pertama >30 tahun.

Resiko  kanker  payudara  menunjukkan  peningkatan  seiring  dengan peningkatan usia wanita saat kehamilan pertamanya.
j.    Nulipara/belum pernah melahirkan

Berdasarkan penelitian, wanita nulipara mempunyai resiko kanker payudara sebesar 30 % dibandingkan dengan wanita yang multipara.
k.   Tidak Menyusui

Berdasarkan penelitian, waktu menyusui yang  lebih  lama mempunyai efek yang lebih kuat dalam menurunkan resiko kanker payudara. Ini dikarenakan adanya penurunan level estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama menyusui.
l.    Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama, diet tinggi lemak, alkohol, dan obesitas




Berdasarkan penelitian, semua hal-hal di atas dapat meningkatkan resiko kanker payudara (Rasjidi, I., dan Hartanto, A., 2009).


2.1.6   Gejala Klinis

Beberapa gejala klinis dari kanker payudara :

a.   Benjolan

Adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan. Semakin lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak beraturan.
b.   Perubahan kulit pada payudara

-    Kulit tertarik (skin dimpling)

-    Benjolan yang dapat dilihat (visible lump)

-    Gambaran kulit jeruk (peu dorange)

-    Eritema

-    Ulkus

c.   Kelainan pada puting

-    Puting tertarik (nipple retraction)

-    Eksema

-    Cairan pada puting (nipple discharge) ( Suryaningsih, E. K., dan Sukaca, B. E., 2009)


2.1.7   Diagnosis

Diagnosis   dari   kanker   payudara   dapat   ditegakkan   dari   hasil   anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.


a.   Anamnesa

Pada anamnesa ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan riwayat penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa skin dimpling, peau dorange, ulserasi, dan perubahan warna kulit. Selain itu juga ditanyakan  apakah  terdapat  penyebaran  pada  regio  kelenjar  limfe,  seperti




timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang, serta rasa penuh di ulu hati (sebah). Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesa (Gleadle, 2007).


b.   Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi dilakukan pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit, antara lain : benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin dimpling),  luka/ulkus,  gambaran kulit  jeruk  (peau  de orange),  nodul satelit, kelainan pada areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau   tanda-tanda   radang   serta   benjolan   infra   dan   supra   klavikula   juga diperhatikan (Gleadle, 2007).
Pada palpasi  dilakukan perabaan dengan  menggunakan  kedua  tangan bagian polar distal jari 2, 3, dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan  dilakukan  dari pinggir  payudara  menuju  ke  areola  dan  meraba  seluruh bagian payudara bertahap. Hal yang harus diamati bila didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak/fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran (Gleadle, 2007).
Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih,




bercampur darah, dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi pada infra dan supra klavikula (Gleadle, 2007).


c.   Pemeriksaan Tambahan :

-    Mamografi payudara

-    CT pada payudara

-    Ultrasonografi (USG)

-    MRI payudara

-    Skrining tulang



d.   Pemeriksaan biopsi jarum halus

Pada pemeriksaan ini dilakukan sitologi pada  lesi atau  luka  yang secara klinis dan radiologik dicurigai merupakan suatu keganasan (Davey, 2006).


e.   Pemeriksaan Laboratorium dan Histopatologik

Pemeriksaan  laboratorium  yang  dilakukan  berupa  pemeriksaan  darah rutin dan kimia darah yang sesuai dengan perkiraan metastase. Pemeriksaan reseptor ER dan PR juga perlu dilakukan. Pemeriksaan tumor marker juga harus dilakukan untuk follow up (Davey, 2006).


Jika pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas dijumpai adanya kelainan, baik berupa benjolan atau gambaran radiologi yang abnormal, maka perlu dilakukan biopsi untuk mendapatkan contoh jaringan yang akan diperiksa di bawah mikroskop dan dipastikan ada atau tidaknya sel kanker.




2.1.8   Stadium

Stadium kanker payudara dinilai berdasarkan sistem TNM dari UICC/AJC. T pada sistem TNM merupakan kategori untuk tumor primer, N kategori untuk nodul regional ataupun yang bermetastase ke kelenjar limfe regional, dan M merupakan kategori untuk metastase jauh. Masing-masing kategori TNM tersebut di subkategorikan lagi untuk menggambarkan keadaan masing-masing kategori tersebut, yaitu :
1. Kategori T = Tumor Primer

- Tx       : ukuran tumor primer tidak dapat diperkirakan

- Tis      : tumor insitu, yaitu tumor yang belum invasif.

- T0       : tidak ditemukan adanya tumor primer

- T1       : ukuran tumor 2cm atau kurang

T1a     : ukuran tumor 0,1-0,5 cm dan tidak ditemukan adanya perlekatan ke fasia pektoralis
T1b     : ukuran tumor 0,5-1cm dan ditemukan adanya perlekatan ke fasia pektoralis
- T1c     : ukuran tumor 1-2 cm

- T2       : ukuran tumor 2-5 cm

T2a    : tidak ditemukan adanya perlekatan ke fasia pektoralis

T2b    : ditemukan adanya perlekatan ke fasia pektoralis

- T3       : ukuran tumor lebih dari 5 cm

T3a    : tidak ditemukan adanya perlekatan ke fasia

T3b    : ditemukan adanya perlekatan ke fasia

- T4       : tumor dengan ukuran berapa saja dengan infiltrasi ke dinding toraks atau kulit
T4a    : tumor dengan infiltrasi ke dinding toraks

T4b    : tumor disertai edema (peau dorange), ulkus pada kulit payudara, ataupun satelit nodul di kulit payudara
T4c    : tumor dengan gambaran berupa gabungan dari T4a dan T4b

T4d    : inflamasi karsinoma




2. Kategori N = Nodul, metastase ke kelenjar limfe regional

- Nx       : nodul pada kelenjar limfe regional tidak dapat diperkirakan

- N0       : tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional

- N1       : ada metastase nodul ke kelenjar limfe dan belum terjadi perlekatan
- N2       : ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan sudah terjadi perlekatan satu sama lain atau ke jaringan disetarnya
N2a     : ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan sudah terjadi perlekatan antara satu nodul dengan nodul lainnya
N2b     : ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan sudah terjadi perlekatan nodul ke jaringan disekitarnya
- N3       : ada metastase ke kelenjar limfe infra dan supraklavikular

dengan atau tanpa disertai metastase ke kelenjar limfe aksila ataupun mammary internal
N3a     : metastase ke kelenjar limfe infraklavikular

N3b     : metastase ke kelejar limfe aksila dan mammary internal

N3c     : metastase ke kelenjar limfe supraklavikular



3. Kategori M = Metastase jauh

- Mx      : jauh metastase tidak dapat diperkirakan

- M0      : tidak ada metastase jauh

- M1      : ada metastase jauh disertai infiltrasi pada kulit disekitar payudara




Tabel 2.1.8 Stadium kanker payudara berdasarkan TNM :



Stadium
Ukuran Tumor

Primer
Nodul, Metastase ke

Kelenjarar Limfe
Metastase Jauh
0
Tis
N0
M0
I
T1
N0
M0
IIA
T0

T1

T2
N1

N1

N0
M0

M0

M0
IIB
T2

T3
N1

N0
M0

M0
IIIA
T0

T1

T2

T3
N2

N2

N2

N1,N2
M0

M0

M0

M0
IIIB
T4
N0, N1, N2
M0
IIIC
T (1, 2, 3, atau 4)
N3
M0
IV
T(1, 2, 3, atau 4)
N (1, 2, atau 3)
M1
( UICC, 2002)



2.1.9   Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan kanker payudara pada tahap awal adalah untuk mengangkat tumor dan membersihkan jaringan sekitar tumor. Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan, yaitu lumpectomy dimana tumor tersebut diangkat, atau dengan pembedahan mastectomy, dimana sebagian payudara yang mengandung sel kanker diangkat, atau seluruh payudara diangkat. Selain terapi pembedahan juga ada radioterapi adjuvan, dimana ini berfungsi untuk mengurangi resiko rekurensi tumor lokal setelah operasi. Selain pembedahan dan radioterapi, juga dilakukan kemoterapi dan terapi hormon (Davey, 2006).


Pengobatan kanker payudara selama ini yaitu dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal,  sedangkan  bila  sel kanker  telah  menyebar/metastasis dilakukan dengan kemoterapi.

Pemberian   kemoterapi pada kanker payudara dilakukan dalam bentuk regimen.    Regimen lini pertama yang    masih direkomendasikan yaitu menggunakan adriamycin/doxorubicin (adriamycin based chemotherapy), dengan angka objective response  (Partial Response dan Complete Response     CR/PR) sekitar 22% - 40%.

Terapi   kanker sering dikombinasikan dengan terapi hormonal, serta adjuvant terapi dengan harapan meningkatkan efikasi terapi utama . Untuk keperluan tindakan operasi, sering dipergunakan regimen yang merupakan gabungan antara adriamycin dengan cyclophosphamide yang ditujukan sebagai ajuvant terapi untuk mengecilkan massa tumor (Neoadjuvant therapy) sebelum operasi. Setelah dilakukan operasi dilanjutkan dengan regimen gabungan antara Adriamycin dengan derivat Taxane.


2.1.10 Prognosis

Prognosis dari kanker payudara tergantung pada stadium dari kanker payudara tersebut.  Berdasarkan  five-year  survival  rates  yang  berhubungan  dengan  stadium kanker, 99-100% untuk stadium 0, 95-100% untuk stadium I, 86% untuk stadium II,
57% untuk stadium III, dan 20% untuk stadium IV (Swart et al., 2010).



2.2  Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) Sebagai Salah Satu Cara Deteksi

Dini Kanker Payudara



Berdasarkan penelitian dikatakan bahwa pemeriksaan klinis payudara dapat mendeteksi kanker yang tidak ditemukan pada pemeriksaan mammografi (Bobo JK,
2000 dalam Rasjidi, 2009). Ini juga merupakan metode deteksi dini yang penting bagi wanita yang belum dianjurkan untuk melakukan mammografi ataupun yang tidak melakuka n mammografi secara teratur (Baines CJ (1992) dalam Rasjidi (2009)).
Hampir 85% kejadian kanker payudara ditemukan pertama kali oleh penderita itu sendiri dengan menemukan atau merasakan adanya gejala-gejala kanker payudara. Oleh karena itu dikembangkanlah  metode pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) atau disebut juga breast self exam (BSE). SADARI merupakan salah satu cara untuk mendeteksi dini kanker payudara. SADARI adalah suatu teknik pemeriksaan dimana seorang wanita memeriksa payudaranya sendiri dengan melihat dan merasakan dengan jari untuk mendeteksi apakah ada benjolan atau tidak pada payudaranya (Singh et al.,
1999).

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin minimal sekali dalam sebulan dan dianjurkan bagi para wanita mulai usia 20 tahun. SADARI dilakukan 3 hari setelah menstruasi  atau  7-10  hari  dari  menstruasi  karena  pada  saat  itu  pengaruh  hormon ovarium sudah hilang sehingga konsistensi payudara tidak lagi keras seperti menjelang menstruasi (Swart et al., 2010).
SADARI terdiri atas dua bagian yang meliputi inspeksi dan palpasi. Adapun tahap dalam melakukan SADARI, yaitu :




1.   Melepaskan  seluruh  pakaian  bagian  atas  kemudian  berdiri  di  depan cermin dengan posisi kedua lengan lurus di samping tubuh. Lakukan pemeriksaan  di  ruangan  yang  terang.  Lihat  dan  perhatikan  apakah terdapat kelainan pada payudara berupa :
-    bentuk dan ukuran kedua payudara simetris

-    bentuk payudara membesar dan mengeras

-    ada urat yang menonjol

-    perubahan warna pada kulit payudara

-     kulit  payudara tampak  menebal dengan pori-pori melebar,  seperti kulit jeruk
-     permukaan kulit payudara tidak mulus dan tampak adanya kerutan atau cekungan pada kulit payudara
-    puting payudara tertarik ke dalam

-    luka pada kulit atau puting payudara



Kemudian ulangi semua pengamatan di atas dengan posisi kedua tangan lurus ke atas. Setelah selesai, ulangi kembali pengamatan dengan posisi kedua tangan di pinggang, dada dibusungkan, dan kedua siku ditarik ke belakang. Semua pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada atau tidaknya tumor yang terletak dekat dengan kulit (Suryaningsih, E.  K.,  dan  Sukaca,  B.  E.,  2009).  Cara  melakukan  SADARI  dengan
inspeksi secara benar dapat dilihat pada gambar 2.2.1.



2.   Palpasi kedua payudara dengan 3 jari, yaitu jari ke 2, 3 dan 4. Palpasi dilakukan dengan gerakan memutar dari tepi payudara hingga ke puting. Setelah itu geser posisi jari sedikit  ke sebelahnya, kemudian lakukan kembali gerakan  memutar  dari tepi payudara  hingga ke puting  susu. Lakukan seterusnya hingga seluruh bagian payudara dan ketiak diperiksa tanpa  ada  yang  terlewatkan.  Gerakan  memutar  juga  dapat  dilakukan mulai dari put ing susu, melingkar semakin lebar ke arah tepi payudara; atau secara vertikal ke atas dan ke bawah mulai dari tepi paling kiri hingga ke tepi paling kanan (Suryaningsih, E. K., dan Sukaca, B. E.,
2009).



Harus diperhatikan bahwa perabaan harus dilakukan dalam tiga macam tekanan, yaitu : tekanan ringan untuk meraba adanya benjolan di permukaan kulit, tekanan sedang untuk memeriksa adanya benjolan di tengah jaringan payudara, dan tekanan kuat untuk meraba benjolan di dasar payudara yang melekat pada tulang iga (Suryaningsih, E. K., dan Sukaca, B. E., 2009).


Dengan kedua tangan, pijat payudara dengan lembut dari tepi hingga ke puting. Perhatikan apakah ada cairan atau darah yang keluar dari puting susu (seharusnya, tidak ada cairan yang keluar, kecuali pada wanita yang sedang menyusui). Kemudian ulangi palpasi dalam posisi berbaring (Suryaningsih,  E.  K.,  dan  Sukaca,  B.  E.,  2009).  Cara  melakukan SADARI dengan palpasi secara benar dapat dilihat pada gambar 2.2.2.





Jika pada tahap-tahap pemeriksaan tersebut ditemukan adanya kelainan pada payudara dan daerah aksila (ketiak) berupa benjolan, nyeri, kemerahan, ulkus, perubahan pada puting, dan perubahan pada kulit payudara, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih akurat. Dengan begitu diharapkan diagnosa pasti dapat segera diketahui dan dapat segera dilakukan langkah yang tepat untuk pengobatan serta diharapkan prognosisnya akan lebih baik.