BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Konflik berarti adanya oposisi
atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi. Mengingat adanya berbagai macam perkembangan dan
perubahan dalam bidang manajemen, maka adalah rasional untuk menduga akan
timbulnya perbedaan perbedaan pendapat, keyakinan-keyakinan serta ide-ide.
Setiap organisasi dimana manusia
berinteraksi mempunyai kemungkinan terjadi konflik. Institusi kesehatan
mempunyai banyak kelompok-kelompok yang berinteraksi, staf dengan staf, staf
dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter dan
sebagainya. Interaksi-interaksi ini sering menimbulkan konflik.
Konflik berhubungan dengan
perasaan-perasaan termasuk perasaan diabaikan, dipandang sebagai mana adanya,
diperlakukan seperti budak, tidak dihargai. Hal ini berhubungan dengan
kurangnya harga diri dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu
menimbulkan suatu titik kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud
jahat seperti berfikir, berdebat, atau berkelahi.
Individu dapat membiarkan
perasaan dan perilakunya dalam bekerja. Penurunan produktifitas, kadang-kadang
dengan maksud tertentu, dan sengaja dibuat kesalahan-kesalahan.
Di samping itu perlu diingat
bahwa orang-orang bekerja sama erat satu sama lain dan khususnya dalam rangka
upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka cukup beralasan untuk mengasumsi
bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul
perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat
dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan mencoba
memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif untuk
sasaran-sasaran yang di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari
perilaku dapat di manfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai
perubahan-perubahan yang di kehendaki.
2.
Tujuan
Penulisan
·
Untuk
Mengetahui Definisi Konflik
·
Untuk
Mengetahui Kategori Konfllik
·
Untuk
Mengetahui Penyebab dari Konflik
·
Untuk
Mengetahui Proses Terjadinya Konflik
·
Untuk
Mengetahui Bagaimana Penyelesaian Konflik
·
Untuk
Mengetahui Hasil dari Manajemen Konflik
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.
Definisi
Konflik
Konflik adalah masalah internal
dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai,
atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik adalah kondisi yang di timbulkan oleh adanya kekuatan yang saling
bertentangan.(Luthans,1981)
Konflik adalah suatu proses interasi yang terjadi akibat adanya
ketidak sesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh pada
pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun negatif.(Robbins,1996)
Konflik adalah perselisihan
internal atau eksternal,akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan
dua orang atau lebih.(suarli dan bahtiar,2002)
Konflik dapat di kategorikan
sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi dari
suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang
tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses,
konflik di manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh
dua orang atau kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri
seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang
penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk terjadinya suatu konflik
yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa
konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran organisasi,
tergantung bagaimana manajer
mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan
dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya dengan baik.
2.
Kategori
Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima
jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar
individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi
A.
Konflik Intrapersonal : Konflik intrapersonal adalah
konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang
sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal
sebagai berikut:
a. Sejumlah
kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
b. Beraneka macam cara yang
berbeda yang mendorong peranan-peranan
dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
c. Banyaknya bentuk
halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
d. Terdapatnya baik aspek
yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Ada tiga macam bentuk
konflik intrapersonal yaitu :
a) Konflik
pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama menarik.
b) Konflik pendekatan –
penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama
menyulitkan.
c) Konflik
penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
B.
Konflik Interpersonal : Konflik Interpersonal adalah pertentangan
antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau
keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status,
jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik interpersonal
ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa
anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian
tujuan organisasi tersebut.
C.
Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok : Hal ini
seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh
kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas
kelompok dimana ia berada.
D.
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama : Konflik ini
merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua
macam bidang konflik antar kelompok.
E.
Konflik antara organisasi : Contoh seperti di bidang ekonomi
dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik,
dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan
pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber
daya secara lebih efisien.
3. Penyebab Konflik
Penyebab konflik, Edmund ( 1979 ) menyebutkan sembilan
faktor umum yang berkaitan dengan semua kemungkinan penyebab konflik, yaitu
:
1) Spesialisasi
Sebuah kelompok yang bertanggung jawab untuk suatu
tugas tertentu atau area pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari keompok
lain. Seringkali berakibat terjadinya konflik antar kelompok.
2) Peran yang
bertugas banyak
Peran keperawatan membutuhkan seseorang untuk dapat
menjadi seorang manajer, seorang pemberi asuhan yang trampil, seorang ahli
dalam hubungan antar manusia, seorang negosiator, penasihat , dan sebagainya.
Setiap sub peran dengan tugas - tugasnya memerlukan orientasi yang berbeda -
beda yang dapat menyebabkan konflik.
3) Interdependensi
peran
Peran perawat pelaksana dalam praktek pribadi tidak
akan serumit seperti peran perawat dalam tim kesehatan yang multidisiplin,
dimana tugas seseorang perlu didiskusikan dengan orang lain yang mungkin
bersaing untuk area - area tertentu.
4) Kekaburan
tugas
Ini diakibatkan oleh peran yang mendua dan kegagalan
untuk memberikan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada
individu atau kelompok.
5) Perbedaan
Sekelompok
orang dapat mengisi peran yang sama tetapi perilaku sikap, emosi, dan kognitif
orang - orang ini terhadap peran mereka bisa berbeda.
6) Kekurangan
sumber daya
Persaingan
ekonomi, pasien, jabatan, adalah sumber absolut dari konflik antar pribadi dan
antar kelompok.
7) Perubahan
Saat
perubahan menjadi lebih tampak, maka kemungkinan tingkat konflik akan meningkat
secara proporsional.
8) Konflik
tentang imbalan
Bila orang
mendapat imbalan secara berbeda - beda, maka sering timbul konflik, kecuali
jika mereka terlibat dalam perbuatan sistem imbalan.
9) Masalah
komunikasi
Sikap
mendua, penyimpangan persepsi, kegagalan bahasa, dan penggunaan saluran
komunikasi secara tidak benar, semuanya akan menyebabkan konfllik.
4.
Proses
Konflik
Menurut Louis R. Pondy terdapat lima
proses konflik, yaitu dimulai dari:
a. Tahap I, Laten Conflict (konflik
laten)
Laten Konflict yaitu tahap munculnya
faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik dalam organisasi. Bentuk-bentuk
dasar dari situasi ini seperti: Saling ketergantung kerja (interdependence)
terjadi bila dua atau lebih kelompok organisasi tergantung satu dengan yang
lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Potensi konflik pada keadaan
ini sangat tinggi. Saling ketergantungan dikelompokan dalam: (1) saling
ketergantungan yang dikelompokan, tidak memerlukan adanya interaksi diantara
kelompok sebab setiap kelompok, bertindak secara terpisah. Potensi konflik pada
bentuk saling ketergantungan yang dikelompokan relatif rendah, dan manajemen
dapat mengandalkan pada peraturan dan prosedur standar yang dikembangkan
dikantor pusat untuk koordinasi. (2) Saling ketergantungan berurutan,
memerlukan satu kelompok sebelum kelompok lain menyelesaikan tugasnya. (3)
saling ketergantungan timbal balik, yaitu memerlukan hasil dari tiap kelompok
untuk dijadikan masukan bagi kelompok lain dalam organisasi.
b. Tahap II, Perceived Conflict
(konflik yang dipersepsikan)
Pada tahap ini salah satu pihak
memandang pihak lain sebagai penghambat atau mengacam pencapaian tujuannya.
c. Tahap III, Felt Conflict (konflik
yang dirasakan)
Pada tahap ini konflik tidak sekedar
dipandang ada, akan tetapi benar-benar sudah dirasakan.
d. Tahap IV, Manifest Conflict (konflik
yang dimanifestasikan)
Pada tahap ini perilaku tertentu
sebagai indikator konflik sudah mulai ditunjukan, seperti adanya sabotase,
agresi terbuka, konfrontasi, rendahnya kinerja,dll.
e. Tahap V, Conflict Aftermath
Jika konflik benar-benar
diselesaikan maka hal itu akan meningkatkan hubungan para anggota organisasi.
Hanya jika penyelesaian tidak tepat maka akan dapat menimbulkan konflik baru.
5. Penyelesaian konflik
A. Langkah-langkah
Vestal (1994) dalam Nursalam (2002)
menyelesaikan suatu konflik meliputi: pengkajian, identifikasi dan intervensi
a. Pengkajian
1) Analisa situasi
Identifikasi jenis konflik untuk
menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta dan memfalidasi semua perkiraan
melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlibat dan peran
masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat dirubah.
2) Analisa dan mematikan isu yang
berkembang
Jelaskan masalah dan perioritas
fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu
penyelesaian dimulai dari masalah tersebut.
3) Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spsifik yang akan
diicapai.
b. Identifikasi
4) Mengelola perasaan
Hindari suatu respon emosional:
marah, dimana setiap orang mempunyai yangb berbeda terhadap kata-kata, ekspresi
dan tindakan.
c.
Intervensi
5)
Masuk
pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Identifikasi hasil
yang positif yang akan terjadi.
6)
Menyelesaikan
metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik memerlukan stratetegi
yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan
konflik yang terjadi.
B. Strategi Penyelesaian Konflik
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin
dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak
tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan
penyelesaian konflik ialah :
a. Kompromi atau Negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua
yang terlibat saling menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian
strategi ini sering diartikan sebagai ”lose-lose situation” kedua unsur yang
terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen
keperawatan strategi ini sering digunakan oleh midle dan Top manajer keperawatan.
b. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose”
penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekan hanya ada satu orang atau
kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif strategi
ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan di masa
mendatang.
c. Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah
“cooperation”. Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini
seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi
kesempatan orang lain unutk menang. Masalah pada strategi sebenarnya tidak
terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk
merebut sesuatu kekuasaan dengan berharap konsekuensinya.
d. Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen
emosional dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan
penuih kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada
konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan
pelayanan/ hasil produksi dan tidak dapat digunakan.
e. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini
menyadari tentang masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghadiri atau
tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini biasanya dipilih bila
ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih
besar daripada menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
f. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”.
Pada kolaborasi, kedua unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan
bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karenanya keduanya meyakini akan
tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan masing-masing meyakininya.
Strategi kolaborasi tidaka akan bisa berjalan bila kompetisi intensif sebagai
bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan
dalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok
atau seseorang (bowditch &buono, 1994 dalam Nursalam, 2002).
CASE
STUDY
RS.X adalah rumah sakit
yang ada di Kota Bandar Lampung dan terletak disebuah pinggiran kota. RS.X
merupakan RS yg terletak disebuah area strategis karena berada jauh dikeramaian
kota, sehingga sangat mendukung tingkat kenyamanan pasien yg berobat. RS.X masih
merupakan Rumah sakit tipe C, namun dari segi peralatan sudah sangat modern dan
tenaga medis nya pun sudah cukup memadai sehingga walaupun banyak rumah sakit
yang ada daerah Bandar Lampung serta ditengah tuntutan masyarakat yang semakin
tinggi RS.X Masih mampu bersaing. RS.X juga menjalin kerjasama dengan PT
PERTAMINA PERSERO, sehingga RS.X memiliki peluang menjadi RS Internasional yang
sangat besar jika mutu pelayanannya selalu ditingkatkan.
RS.X mempunyai 6
ruangan perawatan yaitu “Ruang IGD,Ruang Bedah,Ruang OK,Ruang Penyakit
Menular,Ruang Kebidanan, serta Ruang Anak.
Disuatu hari, untuk
semakin meningkatkan kualitas pelayanan di RS.X, Kepala bagian keperawatan
mengeluarkan suatu peraturan/kebijakan yang juga disetujui oleh Direktur RS.X
yaitu”diberlakukannya sistem roling/pertukaran perawat dari suatu ruangan ke
ruangan lain setiap satu tahun sekali sebanyak dua perawat ( setiap satu tahun
akan ada 2 perawat yang baru dari suatu ruangan yang merupakan pindahan dari
ruangan lain). Dan semua perawat akan mendapatkan jatah roling kecuali kepala
ruangan. Tujuan diberlakukannya system roling ini adalah untuk meningkatkan
kualitas skill dan pengetahuan tenaga keperawatan, sehingga ia dapat
menguasai/mempunyai pengalaman dalam merawat pasien dengan berbagai macam
penyakit. Kebijakan ini akan mulai diberlakukan di awal bulan yang akan datang.
Konflik muncul ketika
banyak perawat yang keberatan dan mengajukan penolakan terhadap kebijakan
tersebut. Para perawat beralasan “perawat nantinya akan menemui kesulitan
karena mereka harus selalu beradaptasi lagi diruangan yang baru nantinya dan
juga beberapa alasan pribadi dari masing-masing perawat ” yang dinnilai hal itu
bisa mempengaruhi kinerja perawat sehingga akan berdapak kepada penurunan
pelayanan kepada pasien.
Para perawat menuntut
agar tidak diberlakukannya kebijakan tersebut, namun kepala bagian keperawatan
memberikan ancaman akan memberhentikan perawat yang menolak kebijakan tersebut.
Analisa kasus.
1.
Jenis
konflik : Individu Dengan Kelompok
Alasnnya karena konflik
ini terjadi antara kepala bagian keperawatan selaku
2.
Dampak yang ditimbulkan
dari konflik
Jika konflik tidak
teratasi dengan baik tentunya akan mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien, dan bisa terjadi
penurunan pelayanan bahkan tidak terpenuhinya kebutuhan pasien dengan baik.
Mengapa demikian? Hal
ini terjadi tentunya karena perawat kurang memahami tugasnya diruangan baru
nantinya dan dari segi pribadi perawat pasti munculnya kekecewaan dari para
perawat karena suatu kebijakan yang dinilai memberatkan mereka.
1.
Analisa SWOT RS.X
Strength (Kekuatan)
|
Weakness
(Kelemahan)
|
Opportunities
(Peluang)
|
Threat
(Ancaman)
|
·
Memiliki
letak yang strategis
·
Memiliki
sarana & prasarana yang bagus
·
Tenaga
medis cukup memadai
·
Bekerja
sama dg PT.PERTAMINA PERSERO
|
·
Dengan
diberlakukannya system roling perawat mengakibatkan perawat bekerja tidak
maksimal karena kurang mengetahui dengan tugas diruangan yg baru
·
Timbul
kekecewaan dari diri pribadi perawat terhadap kebiajakan yang berlaku
sehingga perawat dapat melampiaskan kekecewaannya dengan bekerja tidak
sungguh-sungguh.
·
RS.X
itu masih merupakan RS tipe C
|
·
Memiliki
peluang besar menjadi Rumah Sakit internasional
·
Konflik
bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila
dikelola dengan baik sehingga para perawat semakin memiliki banyak skill yang
dikuasai
|
·
Bisa
terjadi kekurangan perawat jika rasio antara
Pemberhentian perawat dan penerimaan perawat tidak sesuai
·
Persaingan
antar rumah sakit yang semakin kuat
·
Adanya
tuntutan masyarkat yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelayanan
|
2.
Metode penyelesaian konflik
Metode yang di gunakan untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi yaitu metode
kompromi atau negosiasi.
Dengan alasan :
Yaitu strategi ini merupakan
strategi penyelesaian konflik yang
efektif dalam kasus diatas, dimana semua yang terlibat dituntut saling menyadari dan sepakat tentang
keinginan bersama tanpa ada yang merasa dirugikan dengan melakukan negosiasi
sebagai suatu pendekatan yang kompetitif.
a. Jadi kepala bagian keperawatan harus
mengadakan pertemuan dengan para perawat pelaksana yang menentang kebijakan
tersebut untuk dilakukan musyawarah/negosiasi sehingga terdapat keputusan yang
dapat diterima oleh kedua belah pihak tanpa ada yang dirugikan dan tetap
berpegang teguh pada tujuan bersama untuk memajukan RS.X.
b. Hasil yang mungkin dicapai dalam
musyawarah tersebut menurut kelompok, dan merupakan alternative terbaik adalah
: “Kebijakan untuk meroling perawat pelaksana tetap bisa dilakukan, namun tidak
dalam waktu satu tahun sekali, melainkan dua tahun sekali, dan sebelum di
rolling, perawat yang akan d roling harus mendapatkan pelatihan khusus minimal
satu hari, sehingga perawat yang akan di roling nantinya tidak bingung dalam
meaksanakan tugasnya d ruangan yang baru tersebut.
c. Namun kepala keperawatan harus
mengkaji ulang kebijakan tersebut, terkhusus untuk ruangan OK, karena tidak
semua perawat diruangan lain memiliki kemampuan yang sama dengan perawat di OK
ditinjau dari psikologis dan kemampuan skill nya, jadi menurut kelompok, khusus
perawat di ruang OK tidak usah roling keruangan lain, tetapi untuk perawat
ruangan lain tetap diroling ke ruang OK namun hanya 1 orang. Dengan alasan
perawat di ruangan lain agar dapat
memiliki pengalaman seperti perawat yang ada diruangan OK.
d. Para perawat pelaksana juga harus
mengedepankan Aspek positif dalam konflik, dalam artian perawat-perawat
pelaksana harus menganggap kebijakan ini sebagai tantangan kerja yang nantinya
akan dapat menumbuhkan kreatifitas-kreatifitas yang baru dalam bekerja karena
perawat nantinya akan mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang lebih dalam
merawat pasien.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpukan bahwa hubungan kerja perawat
dan personel yang lain, pasien dan keluarga dapat menimbulkan potensial
konflik. Dalam hal ini manajer perawat harus menguasai bagaimana mengelola
konflik. Penyebab-penyebab konflik termasuk perilaku menentang, stres, ruang
yang penuh sesak, kewenangan dokter, serta ketidak cocokan nilai dan sasaran.
Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin,
mempertimbangkan tahap kehidupan, komunikasi termasuk mendengarkan secara
aktif, penggunaan lingkaran kualitas, dan ketetapan tentang latihan asertif
bagi manajer perawat.
Tujuan dari manajemen konflik termasuk memperluas
tentang masalah, meningkatkan alternatif pemecahan, dan mencapai kesepakatan
dalam keputusan yang dapat dilaksanakan serta keikhlasan terhadap keputusan
yang dibuat. Strategi khusus termasuk menghindar, akomodasi, kompetisi,
kompromi, dan kerja sama. Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan
menggunakan keterampilan khusus untuk mencegah dan mengelola konflik.
Manajemen konflik menjaga meluasnya konflik, membuat
kerja lebih produktif, dan dapat membuat konflik sebagai suatu kekuatan yang
positif dan membangun.
DAFTAR PUSTAKA
1) Satrianegara M fais, & siti
saleha. 2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta
Kebidanan”. Jakarta : Salemba medika.
2) Swanburg, Russel
C.2000.”Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan”. Jakarta : EGC.
3)
Marquis, B.L. dan
Huston, C.J. (1998). Management Decision Making for Nurses. Philadelpia
: JB. Lippincott.
4)
Nursalam, (2008) Manajemen
Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2,
Salemba Medika, Jakarta.
5)
Smeltzer, C (1991) The Art of
Negosiation: an Everyday Experience. J Nurse Administration.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar