BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Trauma pada jaringan
muskuloskeletal dapat melibatkan satu jaringan yang spesifik seperti ligament,
tendon atau satu otot tunggal, walaupun injury pada satu jaringan tunggal
jarang terjadi. Kejadian yang lebih umum adalah beberapa jaringan mengalami
injury dalam suatu insiden traumatik seperti fraktura yang berhubungan dengan
trauma kulit, saraf dan pembuluh darah.
Injury yang kurang alamiah
sifatnya melibatkan lebam atau kontusio pada kulit ; kram (regangan) atau
strain pada serabut tendon atau ligament, keseleo (koyak) atau sprain yang pada
beberapa banyak atau semua tendon, ligament bahkan juga tulang dan sekeliling
sendi. Karena keadaan di atas yaitu kram dan keseleo mempunyai tanda inisial
yang mirip (dengan beberapa perbedaan).
Di antara kelainan yang timbul
pada banyak organ tubuh manusia akibat penuaan adalah atrofi, yang berarti
organ tersebut menjadi lebih kecil. Atrofi dapat terjadi pada otot, kerangka
tulang, kulit, otak, hati, ginjal sertajantung. Atrofi disebabkan karena kurang
aktif dari organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang stimulasi hormonal
(osteoporosis wanita menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada otot
menimbulkan tungkai mengecil (menjadi lebih kurus), tenag berkurang/menurun.
Atrofi pada hati menurunnya kemampuan untuk mengeliminasi obat-obatan dan
minuman keras (alkohol). Atrofi pada saraf menyebabkan saraf kehilangan serabut
myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta refleks menjadi lebih
lambat.
1.2 Tujuan Penulisan
a.
Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan
pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal : contusio, strain, sprain dan dislokasi.
b.
Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi
pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang trauma muskuloskeletal :
contusio, strain, sprain dan dislokasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kontusio merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan
atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan,
atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
Kontusio adalah cedera jaringan
lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner
& Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang
disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan
kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler
merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
Kontusio adalah suatu injuri yang
biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap benturan benda keras atau
pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, meskipun
demikian luka memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih
gawat dalam kepala. Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas,
misalnya karena kecelakaan bermotor (Agung Nugroho, 1995: 52).
2.
Etiologi
a. Benturan
benda keras.
b. Pukulan.
c. Tendangan/jatuh
3.
Manifestasi Klinis
-
Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah kecil,
juga berhubungan dengan fraktur.
-
Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
-
Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan
jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner &
Suddart,2001: 2355).
-
Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi
hijau/kuning, sekitar satu minggu kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri
dan pergerakan terbatas.
-
Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik
warna biru atau ungunya beberapa hari setelah terjadinya cedera.
-
Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan
atau kehitaman pada kulit.
-
Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya
pendarahan didaerah yang terbatas disebut hematoma.
-
Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai
sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko,
1993:191).
4.
Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat
perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio dapat
juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain.
Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan,
kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi
jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah
mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono
Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan
kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang oleh makrofaga. Warna biru atau
unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin
menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin
yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar
darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal
tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah
trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura
simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu
atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).
5.
Paralisisneralisis
-
Sindrom post traumatic (post contusion sindrom)
-
Epilepsy post trauma
-
Osteomyelik
-
Atelectasis
-
Hiperthermi
-
Syock
6.
Penatalaksanaan
a. Mengurangi/menghilangkan
rasa tidak nyaman :
-
Tinggikan daerah injury
-
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama
(20-30 menit setiap pemberian) untuk
vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
-
Berikan kompres hangat disekitar area injury
setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi
dan absorpsi
-
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan
dan bengkak
-
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas
setiap 4 jam bila ada indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).
b. Menurut
Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai
berikut:
-
Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk
menghentikan pendarahan kapiler.
-
Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan
mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
-
Hindari benturan di daerah cedera pada saat
latihan maupun pertandingan berikutnya.
7.
Diagnosa Keperawatan
-
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan
sendi, otot dan tendon.
-
Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau
kekoyaka npada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa,
perdarahan, edema, nyeri.
-
Defisit perawatan diri berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas ditandai dengan gerakan yang minim
(imobilisasi)
-
Resiko tinggi trauma berulang berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan terhadap kondisi, prognosis dan pengobatan
-
Cemas berhubungan dengan hospitalisasi dan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit serta penanganan yang akan didapatkan
8.
Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan
atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati
rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan
keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol.
Kriteria Hasil :
-
Menunjukkan
nyeri berkurang atu terkontrol.
-
Terlihat
rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
-
Mengikuti
program farmakologis yang diresepkan.
-
Menggabungkan
keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam program control nyeri.
Intervensi Keperawatan
-
Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas(
skala 0-10). Catat factor-faktor yang mempercepat dant anda-tanda rasa sakit
non verbal.
-
R: Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen
nyeri dan keefektifan program.
-
Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit
dengan tirah baring, gips, pembebat.
-
R: Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan
posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera.
-
Tinggikan bagian ekstremitas yang sakit.
-
R: Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan
edema, dan menurunkan nyeri.
-
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah
sehubungan dengan cedera.
-
R: Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien
dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan
-
Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan
sesuai keperluan.
-
R:Menurunkan edema / pembentukan hematoma,
menurunkan sensasi nyeri.
-
Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan
analgesik non narkotik.
-
R: Untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.
b. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan :setelah
dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
-
Mempertahankan fungsi posisi.
-
Mempertahankan atau pun meningkatkan kekuatan
dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh.
-
Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan
melakukan aktifitas.
Intervensi
Keperawatan
-
Kaji tingkat mobilitas yang masih dapat
dilakukan klien.
-
R:Membantu dalam menentukan kebutuhan bantuan
mobilitas yang akan diberikan dan keefektifan program.
-
Instruksikan klien / bantu dalam rentang gerak
klien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
-
R:Meningkatlan aliran darah ke otot dan tulang
untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi.
-
Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan
kursi atau kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan
toilet, peggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda
-
R:Menghindari terjadinya cedera berulang.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi
struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera
pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang
langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, Jakarta. EGC
2. Mansjoer, A. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
3. Smeltzer,
S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
vol 3. Jakarta: EGC